Saturday 26 September 2009

Mudik, Apa Yang Salah?

Menyaksikan berita mudik di banyak media cetak dan visual membuat kita semua miris. Betapa banyak orang yang harus meregang nyawa dalam perjalanannya menuju atau kembali dari kampung halamannya. Sungguh ironis, ditengah gegap gempita semangat perayaan hari kemenangan umat muslim, hari raya terbesar di negeri ini, tak sedikit dari kita yang harus meratapi nasib memilukan saudara, kerabat, atau tetangga yang tewas mengenaskan karena kecelakaan di jalan.

Berdasarkan data yang tercatat di media, betapa kematian para pemudik telah menjadi fenamena tahunan di negeri ini. Apa yang salah?

Tercatat ratusan, bahkan ribuan pemudik mengalami nasib sial, mengalami kecelakaan lalu lintas. Posko Angkutan Lebaran 2009 yang berpusat di Departemen Perhubungan, selama dua minggu sebelum dan setelah lebaran, telah mencatat paling tidak 1.444 kasus kecelakaan, yang merenggut 539 nyawa, mengakibatkan 637 orang luka berat, dan 1.394 luka ringan. Bahkan pihak kepolisian telah memperkirakan adanya kerugian material sekitar Rp 2,7 milyar (Kompas 26/9 2009). 

Mungkin ada pendapat yang berpandangan bahwa korban sebanyak itu tidak seberapa, atau rasionya masih rendah, bila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan pemudik yang mencapai lebih dari 27,25 juta orang. Akan tetapi, penyebab kematian yang demikian yang mengusik nalar sehat kita. Karena tragedi dalam perjalanan seperti itu sungguh bisa dihindarkan atau paling tidak dikurangi secara signifikan bila negara berhasil meberikan pelayanan publik yang layak atau yang seharusnya.


Kurang supportnya fasilitas atau infrastuktur yang disediakan negara, telah turut menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan yang merenggut jiwa, merupakan butki yang sulit dibantah. Pemerintah pusat dan daerah dipandang punya andil dalam persoalan serius tersebut terlihat dari adanya sorotan gencar banyak media tentang belum kelarnya jalur mudik yang dipersiapkan oleh pemerintah.

Buruknya kondisi jalan yang dibiarkan begitu saja, fasilitas penerangan yang kurang, rambu-rambu yang rusak tidak dibenahi, merupakan bentuk kelalaian negera dalam memberikan pelayanan pada rakyat. Keadaan seperti itu tentunya turut menyumbang terjadinya kecelakaan fatal yang menimpa para pengguna jalan.


Kita juga tak bisa menepis bahwa masyarakat sendiri juga turut andil adanya kecelakaan maut tersebut, karena perilaku berlalu-lintas mereka yang kurang disiplin. Sudah menjadi pengetahuan umum betapa para pengendara kendaraan bermotor sering mengabaikan peraturan lalu-lintas yang ada. Mereka cenderung menancap gas ketika melihat lampu kuning menyala, padahal mereka seharusnya mengurangi kecepatan untuk berhenti ketika lampu kuning berganti merah. Banyak juga dari mereka yang mengenakan perlengkapan kendaraan yang tidak layak atau setandart sehingga ketika mengalami kecelakaan justeru akan memperparah akibatnya. Ada juga yang memodifikasi kendaraannya sehingga bisa mengurangi kenyamanan dan meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan yang akan membahayakan tidak hanya dirinya sendiri tapi juga orang lain. 



Sejauh ini para pengendara sepeda motor lah yang sering mengalami kecelakaan serius dan terenggut jiwanya di jalanan. Banyaknya nyawa pengendara motor yang melayang, yang mencapai lebih dari 50%, menunjukkan adanya persoalan serius yang sendang menyelimuti negeri pemudik ini. 

Semua tahu bahwa sepeda motor diciptakan sebagai alat transportasi jaran pendek. Kendaraan tersebut tentunya tidak seharusnya digunakan untuk perjalaman mudik jarak jauh yang mestinya ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat, kereta api, kapal terbang dan kapal laut. Lalu, mengapa mereka nekat menggunakan kendaraan roda dua untuk pulang mudik?


Ada banyak penjelasan empiris, salah satunya adalah, tiket transportasi yang tersedia sangat mahal, dan selalu dinaikkan setiap mejelang lebaran. Belum lagi terbatasnya kursi yang tersedia dalam mode angkutan tersebut. Kemudian ada alasan rasional lain yang mereka pegang, mereka juga membutuhkan kendaraan untuk mobilitas di kampung halaman. Mengunjungi sanak saudara untuk bersilaturohmi. Dan sepeda motor lah yang paling rasional bagi mereka, praktis dan murah.


Mungkin juga mereka pingin menunjukkan pada sanak saudara dan tetangganya di kampung halaman bahwa mereka sebagai perantau telah berubah nasibnya, telah mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi, telah memiliki aset yang bisa dipamerkan. Mereka juga manusia yang membutuhkan pengakuan eksistensi, membutuhkan status sosial apresiasi dari teman-teman lamanya. Sehingga resiko besar terkadang tidak terlalu mereka perhitungkan. Bisa jadi faktor-faktor tersebut yang lebih dominan memotivasi mereka untuk mudik menggunakan sepeda motor. 



Sayangnya, kecenderungan ini semakin menggejala beberapa tahun terakhir. Semakin banyak orang yang memanfaatkan sepeda motor untuk pulang kampung. Ada dari mereka yang lebih rasional dengan jauh-jauh hari sebelum lebaran mengirimkan kendaraannya lewat jasa paket pengiriman barang. Nah, kini pemerintah harus mengambil langkah serius untuk mengatasi persoalan tersebut. Pemerintah harus lebih gethol mengatasi kemiskinan, memperbaiki pelayanan publik, juga mendidik masyarakat agar lebih disiplin. Tentunya dengan teladan yang baik.